Menakar Arah Kasus Antasari

Ada dua persoalan, tersangka pembunuhan dan menemui tersangka koruptor di Singapura.

Perkara yang membelit Antasari Azhar, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, apaboleh buat kini sudah mulai beranak. Pertama adalah kasus pembunuhan yang kini berkasnya sedang disempurnakan oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya. Dari kasus ini, terungkap pula soal pertemuannya dengan tersangka korupsi di Singapura.

Untuk kasus yang pertama, Antasari dituduh sebagai aktor intelektual pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran. Nasrudin tewas ditembak di kawasan Perumahan Modern Land, Tangerang, 14 Maret 2009. Bersama Antasari terlibat seorang perwira menengah dan pemilik sebuah Koran.

Jika benar Antasari yang menyuruh membunuh Nasruddin, tetulah tidak bisa dikompromikan lagi. Tapi, apa iya, dia yang seorang jaksa senior yanag tentu saja mengerti hukum, dan juga tahu persis bahwa itu pembunuhan berencana, mau melakukannya.

Saya sampai hari ini hampir tidak yakin, Antasari begitu bodoh sampai menyuruh membunuh Nasruddin. Dia seroang jaksa yang cukup senior, ketika saya mengenalnya pada 1972 dia sudah menjadi jaksa. Memang sejak dia ditahan Senin 4 Mei 2009, saya belum pernah mengontaknya. Tapi secara objektif saja, menurut pandangan saya karakter orang yang mengerti hukum itu sangat hati-hati. Rasanya, Antasari adalah orang yang mengerti hukum.

Sekarang persoalannya, katanya kasus ini ada rekamannya. Hanya apakah dalam rekaman itu ada kata-kata menyuruh membunuh. Kalau benar dalam rekaman itu ada pernyataan Antasri menyuruh membunuh, dia harus bertanggungjawab. Walaupun pengacaranya akan bilang bahwa rekaman tidak bisa jadi bukti, itu karena hukum kita saja yang terlambat melakukan penyesuaian.

Persoalan kedua adalah menyangkut testimoni Antasari. Dalam testimoni berupa tulisan tangan yang dibikin pada 16 Mei 2009 itu, Antasari bercerita tentang pertemuannya dengan Anggoro Widjojo, Direktur Utama PT Masaro Radiokom.

Anggoro adalah tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sistem komunikasi radio terpadu di Departemen Kehutanan. Bahkan Anggoro seorang buronan. Antasari menemuinya di Singapura pada Oktober 2008, di sini Anggoro bercerita soal dia telah menyuap pemimpin KPK senilai Rp 6 miliar.

Tetapi, hingga kini tuduhan suap ini belum bisa dibuktikan. Justru yang menjadi masalah adalah Antasari yang menjumpai seorang buronan dari institusi yang dipimpinnnya waktu itu. Pertemuan itu telah melanggar kode etik pimpinan KPK. Pimpinan KPK berkewajiban memberitahukan kepada pimpinan lain mengenai pertemuan dengan pihak lain yang akan dan telah dilaksanakan, baik sendiri atau bersama, baik dalam hubungan tugas maupun tidak.

Nah dari dua persoalan Antasari itu, kemudian lahir lagi berbagai cerita pelengkap kisah ini. Di antaranya, muncul isu yang menyebutkan ada skenario besar untuk menghancurkan KPK. Ini jelas dicerminkan dari dua kasus itu, yaitu ada Antasari yang kini menjadi tersangka pembunuhan berencana, ditambah lagi ada kasus dugaan suap yang dialamatkan ke pemimpin KPK. Katanya, bentuk konspirasi ini terjadi karena banyak institusi yang alergi dengan KPK.

Bahwa banyak institusi yang alergi dengan KPK, saya bisa memahaminya. Persoalannya, undang-undang telah memberikan kewenangan yang berlebihan untuk KPK, hingga menabrak prinsip-prinsip hukum pidana. Contohnya, jika seseorang yang –katakanlah—tidak bersalah, maka KPK tetap harus mengadilinya. Seharusnya, lembaga ini punya hak menghentikan penyidikan, asalkan dilakukan dengan transparan. Karena orang tidak bersalah adalah haknya untuk tidak diadili.

Kemudian lembaga ini memiliki kewenangan yang cukup luas, yaitu mulai dari penangkapan hingga mengadilinya. Sebenarnya, ini juga sudah mencampuradukkan kewenangan yudikatif dan eksekutif. Dari semua mazhab hukum itu, dalam soal ini sangat tegas pemisihannya.

Menurut saya, kalau ada pengadilan adhoc harusnya tidak dibawah naungan KPK. Ini kalau kita masih tidak mempercayai peradilan umum yang sudah ada. Boleh-boleh saja, kita mendirikan peradilan yang khusus mengadili korupsi. Tetapi harus terpisah. Ini lembaga yang harus terbebas dari prasangka.

Itulah sebabnya kenapa saya bisa memahami kenapa banyak institusi lain yang alergi dengan KPK. Ada yang bilang bahwa KPK ini sebuah lembaga yang superbody, itu ada benarnya. Kita kan ingin memberantas korupsi dari segala lini, tetapi janganlah prinsip-prinsip hukum ikut dilanggar. Sebab untuk memperbaikinya akan lebih sulit lagi.

Lalu apakah benar teori bahwa Antasari berada dalam konspirasi penghancuran KPK? Masuk akal juga, tapi ini pekerjaan yang sangat luar biasa. Harus dirancang sebuah skenario, dimulai perkenalan Antasari dan Rani, perkawinan Rani dan Nasurddin, kemudian menjebak Antasari dengan Rani, sampai ke rancangan pembunuhan.

Jadi kalau dalam teori konspirasi, ada sebuah tangan besar yang mengatur untuk menjebak Antasari. Benarkah ini? Pengadilanlah yang menjawabnya.. Kalau teori konspirasi ini benar, maka benarlah ada upaya penghancuran KPK. Jika itu perilaku pribadi Antasari, maka dia akan sangat telak terjerambab dalam kasus ini. Tetapi ya itu tadi, hampir tak masuk akal saya jika Antasari menyuruh membunuh Nazaruddin.

1 komentar:

  1. gak sampe2 yo...