Proporsionalitas Bukan Dari Segi Jumlah

Perhitungan proporsionalitas bukanlah dihitung dari jumlah anggota DPR dan DPD.

Salah satu alasan ketua Majelis Permusyawaratan dipilih dari anggota yang berasal dari DPR adalah jumlahnya yang lebih banyak dari anggota Dewan Perwakilan Daerah. Namun, alasan itu dinilai tidak dapat diterima.

"(Alasan) Berdasarkan jumlah anggota DPR itu tidak bisa diterima," kata pengamat politik, Arbi Sanit setelah memberikan keterangan dalam sidang uji materi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD di gedung MK, Jakarta, Rabu 9 September 2009.

Menurut dia perhitungan proporsionalitas bukanlah dihitung dari jumlah anggota DPR dan DPD. Namun, lanjut dia, proporsionalitas itu
harus dilihat secara institusional. "Bukan proporsional jumlah, tapi institusional," kata dia.

Arbi Sanit mengatakan seharusnya anggota DPD diberikan ruang untuk memilih dan dipilih menjadi ketua MK. "Dipilih secara bebas saja. Sekarang tidak proporsional, karena dipilih oleh DPR dan DPD tidak diberi ruang," kata dia.

Permohonan uji materi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD ini diajukan oleh lima orang DPD yang terpilih dalam periode 2009-2014. Mereka adalah
Intsiawati Ayus (Riau), Marhany Victor Poly Pua (Sulawesi Utara), Sofyan Yahya (Jawa Barat), Sri Kadarwati (Kalimatan Barat), dan Wahidin Ismail (Papua Barat).

Bunyi Pasal 14 ayat (1) itu adalah, "Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal dari DPR dan 4 (empat) orang wakil ketua yang terdiri atas 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPR dan 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPD, yang ditetapkan dalam sidang paripurna MPR."

Para pemohon meminta MK untuk membatalkan pasal itu sebatas frasa 'yang berasal dari DPR'. Frase ini dianggap tidak memberikan persamaan atara anggota MPR yang berasal dari DPR dengan anggota yang berasal dari DPD. Sebab, yang berhak menjadi ketua MPR hanya anggota yang berasal dari DPR.

1 komentar:

  1. Yang terbaik aja deh